Otakku berpikir berulang-ulang
untuk sekedar bertanya kepadamu. Entah apa, yang jelas sesuatu sedang terjadi
di dalam diriku ini. Telingaku tiba-tiba saja tak berfungsi dengan baik ketika
kau tarik suaramu memulai percakapan denganku. Lidahku kaku untuk sekedar
menjawab tanyamu. Indah sekali rasanya hatiku ketika aku memenuhinya dengan
ingatanku tentangmu. Tapi semua tertahan untuk terucapkan. Bukankah itu
terdengar begitu payah?
Hancur sekali pikiranku. Seperti
sebatang pohon besar tumbang di tengah
hamparan sawah yang luas dimusim penghujan, dan aku tertimpa pohon itu.
Kesakitan dan sendirian. Kenapa aku harus mendengar kalau kau sudah milik orang
lain. Takut aku mengakui ada sesuatu yang sedang berkembang dari hari-kehari di
pikiran dan hatiku ini. Setelah apa yang aku tahu tentangmu, kukunci semakin
rapat saja tentang rasa ini. Parahnya, semakin kusimpan, lidahku semakin kaku,
telingaku semakin tuli.
Aku tahu bagaimana ending ceritaku
ini. ini pasti hanyalah cerita singkat seperti yang sudah-sudah. Pada awalnya
aku memulai dengan harapan-harapan yang tak mungkin. Ah, pasti gara-gara
terlalu banyak melihat film-film romantis. Dan pada akhirnya harus kukubur
dalam-dalam kenangan tentang ini. sebab kalau cerita ini tak berakhir
menyedihkan, pasti akan berakhir tanpa sempat kumulai apa-apa.
Aku tak sedang bingung. Aku hanya
sedang banyak pertimbangan. Pertimbangan diantara besarnya gengsi yang ada
padaku, juga kebutuhanku sebagai manusia berumur 19 tahun normal, juga tentang
pertimbangan mengenai masa depan yang tak seorangpun tahu bagaimana Tuhan
merencanakannya. Juga ketakutan yang terlalu, takut kalau tiba-tiba Tuhan
melupakan bahwa Dia pernah menciptakan aku. Tuhan tidak pelupa ‘kan?
Lidahku semakin kaku. Kali ini
mataku juga tak bisa berkedip ketika ada kesempatanku untuk melihatmu.
Telingaku semakin tuli ketika kau bicara denganku. Terpaksa kupaksa kau untuk
mengulang-ulang apa yang kau ucapkan. Bukannya itu membuatku terdengar begitu
bodoh? Menyedihkan.
Sampai pada hari ini, aku
benar-benar tertimpa pohon yang benar-benar besar di tengah hutan luas dan tak
ada seorang saja yang tahu. Aku menangis sendirian. Kesakitan. Ternyata kau
sama sekali tak ditakdirkan mempunyai kenangan denganku. Aku pergi, dan akan
menghilang seperti angin. Sedih sekali rasanya harus melepaskan rasa yang sudah
lama sekali aku mencoba membangunnya, dan harus hilang begitu saja. Sia-sia.
Sungguh sia-sia.
Susah sekali rasanya untuk
jatuh cinta. Baru saja aku seperti merasakannya, bahkan sebelum aku benar-benar
yakin kalau ini benar-benar cinta, ternyata dia punya orang lain. Lagi, harus
kusimpan dalam-dalam sampai aku merasakan rasa ini lagi. Dengan orang lain.Baru
saja aku menikmati tulinya telingaku saat kau bicara padaku. Kakunya lidahku,
saat mencoba berkata sesuatu padamu. Girangnya hatiku, melihat namamu yang
tertera dalam inboxku.
0 komentar:
Posting Komentar