Selamat datang di sebuah misi pengumpulan harta dengan puluhan (atau ratusan kalau yang kecil-kecil dihitung) permainan dengan jebakan tak terhingga.
Ya, aku tahu. Tidak ada unggaham tentang tahun pertama dan di sinilah aku; tahun ke-2 di kontrak kerja menjadi Mbak-mbak atau lebih sering disebut Cece di Hongkong ini. Pembantu rumah tangga.
Banyak sebenarnya cerita baru yang bisa kubagikan, tapi, mari kuringkaskan tema pembahasan kali ini, yaitu mengenai : Jebakan Super.
Ternyata jebakan tidak melulu lubang dalam tertutup semak, atau tali yang dipasang melintang. Asal bisa membuat jatuh saja.
Jebakan ternyata bisa hadir dalam bentuk; bekas bungkus permen, selembat tissue habis pakai, sticker anti licin kamar mandi yang terkelupas, sehelai rambut yang menyangkut di sela sandal jepit, ucapan "saya tidak makan malam di rumah malam ini" yang tiba-tiba disusul dengan "saya tidak enak badan, akan kembali beberapa menit lagi", dan masih banyak lagi. Nanti lah kulanjutkan klaau dapat energi untuk menulis lagi. Entah dari energi marah karena baru terperosok jebakan, atau energi yang lain.
Mula-mula kamera menyoroti bekas bungkus permen yang tergeletak di meja. Kemudian kamera menyorotiku yang sedang duduk di dapur (seperti biasa, kalau sudah selesai dengan apa yang bisa dikerjakan; bebersih seadanya yang tanpa melibatkan penyedot debu karena akan berisik dan orang-orang itu masih pada tidur). Sunyi dari pagi akan berganti dengan mungkin; suara TV yang menyiarkan berita, atau sekedar Pemberi Jebakan Utama yang kelas kecil Bahasa Inggrisnya sedang berlangsung. 20 menit berjalan menjadi 30 menit atau mungkin lebih. Dan ya, masuk perangkap.
"Kamu jangan duduk-duduk saja kerjaannya, cek ke luar barangkali ada yang perlu dibereskan!" Nadanya selalu sama, seperti guru galak yang selalu marah ke anak didik yang tidak mengumpulkan PR. Ditambahkan peraturan ke sekian, tiap 30 menit sekali untuk berkeliling ke sepetak rumah yang tidak seberapa luas itu, untuk memindai bekas bungkus permen, atau teman-temannya; gelas kosong habis minum, mangkuk kecil bekas makan snack, tusuk gigi bekas pakai, atau sekedar tanda bulat bekas permukaan bawah gelas yang lupa tidak ku landasi dengan coaster.
Beralih ke scene lain dimana; selembar tissue habis pakai yang tersamar rapi diantara barang-barang lain di atas nakas. Aku seperti pembantu pada umumnya, terkadang melewatkan sudut-sudut tak terlihat, entah karena; memang sedang buru-buru, atau sesimple ah bagian itu tidak kotor, tidak akan tahu. Yang berikutnya, alasan kedua itu mengantarkanku pada kesimpulan; hal-hal buruk terjadi pada orang yang curang. Dan ya, masuk perangkap (lagi).
"Kamu melakukan apa saja, sampai-sampai sampah (selembar tissue bekas pakai) itu tetap utuh di sana..." Dan entah apa kata-kata selanjutnya sudah tidak penting lagi untuk diingat.
Bukan kali pertama scene sticker kamar mandi mengupas sedikit. Kala itu jebakan pertama kali kena sudah, yang kesimpulannya; sticker yang mengelupas cukup banyak untuk segera diganti, kalau masih sedikit saja tidak apa. Kamera menyoroti sticker yang terkelupas sedikit. Sehari, dua hari, mungkin sudah melewati 1 minggu sekarang. Sengaja kubiarkan, toh; masih terkelupas sedikit. Dan ya, lagi-lagi masuk perangkap.
Seperti sebelum-sebelumnya, dengan nada marah-marah seperti guru yang galak (kali ini seperti menghadapi murid yang ditanyai materi yang sudah diberikan, tapi si murid lupa) terjadilah akibat perangkap itu. Sedikit aku mencoba menjelaskan bahwa masih sedikit sajalah terkelupas, dan beliau pernah bersabda bahwa untuk tidak buru2 mengganti, tapi maha benar Pencipta perangkap dengan dengan segala komunikasi jeleknya. Saya: selalu salah. Semua hewan sudah berkumpul di kepala, berjejal menuju mulut untuk menyumpah serapahi beliau, tapi ah sudahlah.
Waktu itu asal muasal per-sandalan ini ketika, aku dengan maksud baik berpamitan untuk beristirahat lebih dulu (dan memang sudah lewat jam 10 malam juga, pantas rasanya ketika semua pekerjaan juga sudah selesai). Sang maha benar berkegiatan di luar dari sore. Agaknya beliau ini tidak rela aku beristirahat seawal itu, jadilah dia keluhkan sandal jepitnya yang kotor. Katanya aku tidak benar-benar membersihkannya.
Sandal, kotor. Dimana letak salahnya, toh bagian yang kotor permukaan bawahnya. Yang diinjak-injak dipakai menyusuri lantai. Lantai bisa saja bekas jalan anjing, bekas roda gerobak sampah, atau kecoa jalan-jalan juga. Kemungkinan tak terhingga di atas lantai membuatku berkesimpulan bahwa sandal dipakai wajar kotor. Tingga bilang minta tolong untuk membersihkannya lagi, akan kubersihkan. Lalu ada hari lain dimana beliau berkirim pesan, kurang lebih begini; "ada sehelai rambut di sandalku, besok cuci bersih".
Senormalnya pembantu yang suka kesal dengan majikannya, kucuci sandal sialan itu dengan sedikit mengomel. Terlebih tidak kulihat sehelai rambut di bagian bawah permukaan sandal. Sengaja kupakai pembersih make upnya (bentuk kekesalanku, tapi kukira masih cukup tidak keterlaluan) untuk meyakinkan bahwa tidak ada sisa-sisa bahan lengket yang bisa membuat sehelai rambut pun menempel.
Dengan bangga ku tempatkan lagi sandal itu ditempatnya, siap kalau-kalau Sang pembuat perangkap butuh pakai sewaktu-waktu. Dan, ternyata masih juga belum lolos perangkap. Sehelai rambut sialan itu tidak menempel di sisa-sisa bahan lengket yang terinjak, melainkan: tersangkut diantara karet sandal jepit tersebut. Tercengang. Penyelesaian bisa jadi: ambil sehelai rambut, buang, selesai. Dan beliau memilih untuk menjadikannya jebakan agar membuat orang lain tercengang.
Seperti pembantu lainnya (pasti banyak yang seperti ini), aku senang kalau mereka tidak di rumah. Apalagi kalau mereka makan malam di luar. Aku tidak perlu memasak, apalagi beliau suka tiba-tiba kompetisi Masterchef.
Bisa tiba-tiba, "Kamu tidak perlu masak, saya makan di luar". Kemudian dengan senang hati kulanjutkan pekerjaan senormalnya waktu berjalan, tidak terburu-buru, menyetel podcast dan sesekali bersenandung. Juga sempat sedikit lama bisa nyaman di toilet untuk buang hajat. Yang selanjutnya menambah kewaspadaan untuk tidak percaya "tidak makan malam di rumah" karena bisa jadi itu jebakan lagi. Dan ya, tiba-tiba selanjutnya adalah, "saya ga enak badan, akan pulang sebentar lagi, siapkan A..B..C..D.. untuk makan malam".
Sudah tidak ada lagi berbaik-baik sangkaku pada beliau. Dan semakin yakin itu bentuk jebakan karena; yang katanya dia tiba-tiba tidak enak badan itu tidak jadi pulang dan tetap makan di luar karena salah satu bahan masakan ternyata kehabisan.
Begitulah sedikit jebakan yang disebar dalam bentuk rupa-rupa oleh beliau. Yang semakin lama, semakin mengundang seisi kebun binatang meneriakkan sumpah serapah yang tertahan, dan juga amit-amit naudzubillah untuk anak cucu dan diriku di masa depan.

0 komentar:
Posting Komentar