Sulit sekali menuliskan tentang kebahagiaan. Sedangkan tentang kesedihan, jangan ditanya lagi. Tanpa disuruhpun tangan seperti menari-nari sendiri. Terlalu banyak teori dalam hidup. Kadang berhasil dalam praktiknya, kadang juga tak berhasil. Makanya mulai kuatur sendiri teori-teori kuno, yang usang, yang tua, yang lebih tua dari kemerdekaan Indonesia, yang sesuai dengan realita selebriti. Realita kita maksudnya. Kita ‘kan selebriti.
Sudah kuduga. Harusnya kutulis dari awal semua teoriku. Siapa tahu pada suatu hari nun jauh dari hari dimana kenyataan itu ada, sekumpulan ilmuan gila mengakui teoriku-tori kehidupanku ini.
Aku berpegang teguh pada pendirianku bahwa hidupku normal. Aku berpikir normal, bertingkah-laku normal. Tapi yang kuheran, dengan definisi normal di kepalaku, semua orang di sekitarku terlihat tidak normal. Sulit mengekuinya, tapi kutetapkan teori pertama: “Ketika kamu menganggap bahwa kamu adalah satu-satunya orang normal di sekitarmu, maka kenyataan yang terjadi adalah berbanding terbalik dengan yang ada di kepalamu.” Menyedihkan sekali mengeakuinya.
Ah, saya galau, seperti anak muda lainnya. Updatestatus facebook 3-5 kali di facebook, lebih dari 6 kali tweet sehari, retweet belum masuk hitungan padahal followers belum masuk kategori cumloude. Ternyata galau itu kawan, yang sering dikobarkan untuk tidak dilakukan itu, yang pernah menjadi topik di Mario Teguh, Golden ways itu kawan, ternyata karena otak-otak ini tak terlalu memikirkan hal-hal yang terlalu penting. Angka-angka misalnya, tabel periodik misalnya, tokoh-tokoh yang mati karena berjuang melawan penjajah misalnya. Ah, aku juga mulai bingung. Kelihatannya itu memang tidak penting. Lebih bekerja otak bagian kananku daripada bagian yang lainnya. Berfantasi tanpa batas, tanpa ada yag tahu, dan mencoba membantah habis-habisan bahwa otak orang Indonesia itu masih mahal harganya karena jarang dipakai. “Aaagggggrrhhh, otakku sepertinya penuh!”
0 komentar:
Posting Komentar