Jumat, 04 Januari 2013

Kami ber-13

Diposting oleh nana di 1/04/2013 05:01:00 AM

Teringat jelas bertahun-tahun yang lalu kami ber-13 berani mengambil keputusan untuk memilih hal yang bukan dalam kekuasaan kami. Kecuali untuk beberapa kepala diantara kami. Dengan kebodohan-kebodohan kami masing-masing selama dua tahun tepat kami diberi tanggungan yang tertanam dalam hati agar bisa menyelesaikan masa putih abu-abu kami dalam tekanan dari dalam diri maupun godaan dari luar.  Memasuki sekolah yang tidak terlalu terdengar nama baiknya ini sudah jelas-jelas kenyataan. Mengelaknya dan bahkan menghindarinya dalam mimpi pun kami dijaga scurity super membosankan yang tidak bisa diajak kong kali kong. Dan ternyata, ingatan ini yang menyadarkan bahwa sepahit apapun yang dirasakan hati kita pada kurun waktu tertentu, maka suatu saat nanti kita akan mengenangnya dan mengatakan bahwa “Ternyata aku bisa melewati ini semua dan kita masih bisa tersenyum sekarang”.
Kalau ke-12 temankau bisa tahu perasaanku waktu itu, sungguh terasa seperti mendapatkan kutukan dari seorang ibu, kutukan melebihi menjadi batu. Tersesat di dunia lain yang segala peraturannya terasa konyol dengan orang-orang yang pola pikirnya tak pernah aku ketahui apa dasar mereka melakukan hal-hal konyol pula. Aku bersembunyi dalam kepura-puraan –yang adalah keahlianku untuk menyembunyikan perasaan- yang ternyata berjalan (seperti) baik-baik saja.
Paling tidak dalam 3 tahun aku tersesat dalam tempat aneh ini aku menemukan keyakinanku untuk memilih sesuatu yang benar-benar aku ingin lakukan. Dari tiga pilihan yang ada kupilih dengan mantap jurusan Ilmu Pengetahuan Alam yang dalam setiap pelajarannya dikuasai angka-angka dari matematika. Dan ini masalah terbesar. Aku tak mengerti sama sekali kenapa para ilmuan mengembangkan ilmu ini sedemikian rupa sehingga terciptalah rumus-rumus dan kumpulan bilangan yang tak bisa diterima oleh otak macam otakku. Makanya aku heran sekali dengan beberapa pemilik kepala di setengah ruang kelas ini. Mereka dengan mudah bilang ini masalah sederhana. Dengan tingkatan yang berbeda, mereka sama-sama menggilai kumpulan angka dan rumus-rumus gila ini dan terus menerus mencoba menyelesaikan masalah yang aku curiga bahwa masalah itu mereka yang menciptakannya sendiri. Merekalah dari tingkat kejeniusannya Bibi, Nuril, Wenda. Aku kira sudah tepat karena mereka yang paling gila dari kita ber-13 dengan matematika ini.
Bibi. Siapa yang tak kenal dia. Dari kedatangannya pertama kali saat dia menginjakkan kakinya di tempat ini, semua segera mengenal namanya yang terdengar sedikit asing ditelinga, tapi mudah sekali dihafal. Kedatangannya dari daerah yang tidak dekat dari asal kami ber-12 membuatnya cepat jadi omongan sana-sini, selain karena wajahnya yang hemm... jadi nggak enak ngomongnya. Oke, dia terlihat lebih keren dari yang lain. Dan ternyata orang ini mencintai matematika seperti dia terbiasa bernapas, makan, minum, mandi, cuci muka, buang air…. Itulah matematika buatnya. Mungkin. Rumus-rumus habis diurai, angka-angka diolah sedemikian rupa menjadi bentuk paling sederhana. Dan itu semacam membuat aku iri. Aku benci rasa iri.
Nuril. Tak seheboh Bibi pada kemunculan pertamanya, perlahan aku merasa dia lebih pintar sepintar-pintarnya jauh dari otakku. Padahal sebelumnya aku sombong benar dia hanya perempuan berperawakan tubuh kecil yang selalu tertawa renyah memperlihatkan tatanan giginya yang tidak rata hanya karena cerita-cerita yang garing sekalipun. Aku mulai mengagumi keseriusannya mengotak-atik angka-angka matematika. Dan ini membuat dia, yang tadinya aku meremehkannya ini terlihat lebih keren dari sebelumnya. Dan untuk dia, sekali lagi selamat karena mendapatkan beasiswa sampai akhir kuliahnya dan semoga bisa membanggakan orang-orang yang kamu sayangi, dan orang-orang yang menyayangimu. J
Wenda. Haah, aku heran seheran-herannya dengan salah satu bagian dari kami ini. Kenapa dari sekian pelajaran yang ada, dia rela tak tidur demi matematika. Seindah itukah matematika itu dimatanya. Aku jadi teringat waktu itu aku pernah tak bisa tidur dan itu karena aku penasaran dan ingin segera mengetahui akhir dari cerita sebuah novel remaja (okey, sekarang hal itu terdengar benar-benar konyol, Nana!). Dengan pola pikir yang sama sekali berbeda dengan otakku, dia tak pernah peduli apa kata orang, apa pendapat orang, apa ejekan orang. Menunda tidurnya untuk belajar bukanlah hal besar yang pantas dibesar-besarkan. Good job!!!
Dari kami ber-13 kami mempunyai 13 isi kepala yang tak sama satu sama lain. Jelas, pasti. Dari golongan penggila matematika, jelas sekali dalam ingatanku mereka yang mencintai ilmu Tuhan. Mungkin itu terlihat lebih enak dari makanan lain. Atau mereka merasa kapasitas otak yang tak mencukupi untuk ikut mencintai angka-angka (hihihi just kidding) atau mungkin ada alasan lain yang aku curiga manusia-manusia berikut ini sendiri  akan sulit mengutarakan pada siapapun. Maaf, Abdulloh, namamu kumasukkan dalam daftar orang-orang ini. Semoga sama sekali tak keberatan dan menjadi doa akhirnya. Amin J. Tak habis pikir orang yang segila ini mencintai hadits-hadits nabi, secara sungguh-sungguh melafalkan ayat-ayat Tuhan mau berkonsekuensi dengan ilmu yang cenderung disesaki angka-angka ini. Pemikiran yang sederhana, kesabaran yang selalu tumbuh memahami rangkaian tulisan-tulisan ilmu ini. Hmm… hanya saja gigimu tidak rapi, semacam tidak berdiri rapi pada masing-masing tempatnya. Sempat terpikir bagaimana jika kedua orang bergigi tidak rapi diantara kita ber-13 menjadi… ah sudahlah, lebih baik tidak.
Dari pertama aku tetap pada keyakinanku. Siapa yang bisa mengeksplore dirinya sebaik-baiknya di tempat seperti ini? Dan ternyata ada lo, banyak. Diantara sekerumunan orang-orang yang berguguran di medan perang (ciyeee), mereka masih muncul dengan kemampuan yang “Kenapa bukan aku aja yang seperti itu.” Sudah. Jangan membayangkan orang hebat dengan sejuta aksi. Mereka hanya yaah… sedikit kepintaran diatas saya, dan sedikit keberuntungan yang selalu dengan senang hati mengikuti mereka (ga mau kalah). Vhie, awalnya aku berpikir, kok ada ya pemikiran yang semacam ini masih tertinggal di usia yang belasan tahun menuju akhir ini. Kekanak-kanakan. Manja. Tipe orang yang banya disukai laki-laki dan banya dibenci perempuan. (Hukum IV: seorang wanita, seperti apa dan berapa jumlah wanita lain membencinya, seperti itu pula kaum laki-laki mencintainya.) membuat iri. Tapi bukan itu. Dibalik kekanak-kanakannya. Sejuta memori selalu tersedia dengan jernih dikepalanya. Ah, ini yang lebih membuat iri. Membuat pelajaran seperti biologi, PKn, sosiologi, keagamaan terdengar mudah sekali. Tapi anehnya, tak hanya menguasai dengan “menghafal” dia juga merambah dunia angka-angka, yang entah berapa kali aku bilang itu menyebalkan. Mendekati sempurna aku bilang. Ah, aku benci mengakuinya.
Habibi. Jelas dia “putih”. Yang kadang-kadang mencoba menjadi “abu-abu”. Pengalaman hidup yang sedikit lebih lama dari hidup kami ber 10 (2 diantara kami masih lebih tua dari dia), membuatnya mudah berkamuflase dan bertransformasi dari putih ke (seperti abu-abu). Dan selamat, aku yakin bukan hanya karena kepintarannya, orang macam ini bisa lolos ke perguruan tinggi ternama. Iri. Ah sudahlah. Dia seperti kakak yang baik yang (ingin) selalu ada saat adik-adiknya membutuhkan.
Entah pada golongan apa ini, tapi orang yang bahkan sama sekali tidak saya perhitungkan ini memaksaku membuat iri ketika nilai ujian akhir fisika mendapat nilai tertinggi diantara kami ber-13. Dia yang bahkan berpengalaman hidup lebih dulu dibanding Habibi dan lebih lama tidak memegang pensil atau buku dari masa liburan akhir sekolah yang aku alami bisa mengalahkan nilai fisika kami ber-12. Hah, itu lebih menyebalkan dari pada dia menghakimiku karena kasus yang konyol waktu itu. Ah sudahlah, lupakan. Sekarang dia lebih seperti “yang dituakan” eits, sekali lagi bukan karena usianya.  (Aduh maaf Mas Aan, akhirnya terbawa juga masalah usia. Maaf.. maaf.)
Ada saatnya orang-orang merasa tak keberatan ketika ada orang yang merasa dia keren. Bukan karena dia benar-benar keren, tapi semua orang tahu kalau kekerenan dan manusia ini hmmm… oke dia menganggap dirinya keren. Baiklah, itu akan saya akui ketika definisi keren adalah sosok dengan tubuh perawakan kecil tak sampai 160 cm, dan unyu-unyu face. Hahaha maaf maaf, saya terlalu mendramatisir keberadaan dan hobi anda, Apid. Kakinya selalu dalam keadaan apapun berkolaborasi dengan tangan seolah-olah duduk dibangku dan ada drum di depannya. Terobsesi dengan Bondan, Ungu, Hmmm kurang lebih seperti itu. Waktu itu, waktu kita masih ber-13, dia baru belajar menjadi playboy. Selamat, sekarang sudah berhasil jadi playboy!!! J hahaha. Eh, sudah insaf belum sih? Kabarnya menghilang.
Masih ingat pertama kali guru Kesenian bertanya pada kami apa yang akmi ketahui tentang seni. Dia, Riki, dengan tanpa bersalah seni adalah pesing. Haaahhhh itu air seni!!! Tertawa puas aku dalam hati Guru kesenian itu dikerjain. Entah apa yang dipikirkan sehingga dia bia tersesat di Ilmu yang sama-sama kita cumbui setiap hari ini. Baru akhir-akgir aku mulai curiga dia masuk di lingkungan ini karena mencintai Biologi Kelas 12. Semangat sekali ketika Guru Biologi menjjelaskan tentang Bab alat reproduksi manusia. Hmmm… sepertinya kami bidadari berempat di kelas ini harus menjaga jarak. Hahahaha tiba-tiba aku bersyukur karena tidak seksi dan tidak cantik. Tapi siapa yang sangka orang seperti ini sangat menyayangi kakaknya, si Habibi hingga rela mengerjaiku karena aku mengerjai kakaknya. Eh, yang kaya gitu baik apa bukan sih???
Si jenius berpemikiran sederhana ini hamper saja terlupa dari ingatanku. Sepertinya dia sepertiku. Masa lalu seperti selalu mengikutinya. Dan mulai mencintai orang baru seperti mencintai seseorang dari masa lalu. Dan seyakin apapun dia pada keyakinannya sendiri ternyata dia termakan omonganya sendiri. Aku menertawakan berakhirnya hubungan kalian. Dan untuk itu aku minta maaf, jadi aku juga ikut sedih. Apa? Belum kusebutkan namamu. Hamri, namanya Hamri. Beruntung sekali dia bisa ke perguruan tinggi yang aku inginkan. Menjadi contoh dan memberikan cerita yang baik. Sehingga guru kimia kami tak bosan-bosannya membanggakan dia. Aku iri. Padahal kami, aku dan Hamri sama-sama mencintai kimia. Sama-sama mengagumi metafora Andrea Hirata, sama-sama lahir di Tahun yang sama. Aku benci factor keberuntungan datag di tempat yang tidak tepat. Tapi selamat atas kepusingan-kepusingan baru yang diterimanya di universitas dambaan saya itu. :P
Ada orang yang pecicilan, sebut saja Apid, maka harus ada kebalikannya, dan sebut saja dia Robi. Baru berpikir akhir-akhir ini, pasti menyenangkan berbicara dengan orang seperti ini. Hahaha . sebagai lawan bicaranya dengan sepuasnya kita bicara dari Utara Keselatan ke Utara lagi melintasi laut Bumi Sungai lintas Negara. Hahaha tak banyak yang bisa diulas. Dia diam dan hanya tersenyum kecil walau diperdengarkan cerita selucu apapun. Kau tahu Nuril? Untuk masalah tertawadia kebalikannya.
Sebenarnya aku tidak percaya ada bakat-bakat terpendam. Apa yang digunakan untuk memendam? Tapi Fatkhu aku curiga dia punya. Tiba-tiba saja bisa terlihat lucu, melucukan, tiba-tiba ekspresinya seperti orang yang sedang ber-stand up comedy. Mudah sekali membuat Robi sampai Nuril Tertawa. Hahaha aku pun turut.  Dan siapa yang menyanka dia memilih menjadi perawat sekarang ini.
Untuk kali pertama aku berani bersyukur atas kebodohan-kebodohan kami masing-masing. Karena itu, sebuah cerita tercipta dan tersimpan rapi di kapasitas memori masing-masing, yang aku yakin tak akan pernah terhapus sampai habis kecuali amnesia. Sayang hanya beberapa halaman saja. Haha... mungkin kalau kami lebih bodoh atau lebih jenius lagi dari saat itu akan tercipta buku tebal yang aku takut beberapa bagian dari halaman-halamannya akan mudah dilupakan begitu saja bagi para pelaku utama dalam tulisan ini, kami ber-13.

Catatan:
-Sudut pandang: Nana
-Nama disamarkan (hihihi :))
-Tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun, kalau ada kesamaan kejadian, nama, latar, dan berasa de javu itu (mungkin) hanya ilusi semata, atau bisa jadi itu memang pernah terjadi, tapi boleh saja mengira itu hanya mimpi :)
-Eiiittttssss No marah-marah !!! :)
-Terima kasih untuk kalian ber-12 :) dan campur tangan Tuhan tentunya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

GOLONGAN DARAH AB Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review