Bagiku sempurna itu satu, kamu. Biar orang lain
mencibir semaunya. Air mataku terlanjur membanjiri kertas-kertas tak nyata ini.
(ketika itu definisi sempurnaku mungkin tak seperti milik orang lain). Sampai
tak tahu malu pintaku pada Tuhan agar sesuatu yang lebih nyaman dihatiku ini
terjadi. Dan Tuhan memberikan kenikmatan disela tangis sesakku ketika mengingat
hal indah ini. (ketika itu setiap selesai sujudku, tak lupa kusebut paling tidak
tiga kali namamu).
Turutlah berduka cita jika kau mau. Atas rasaku yang
mati sejak kau menghilang. Menghilang karena kecerobohanku. ( ketika itu mataku
telah buta, telingaku tuli, tanganku kaku, kalau bukan kau, tak kuanggap
manusia). Menyesal ini lebih sesak dari seluruh soal matematika yang kau
ajarkan padaku. (ketika itu kau tterangkan soal matematika yang sulit, tidak
bagimu). Tapi ya sudahlah, aku mulai menikmati sesak ini sebagai bagian
kebahagiaan yang pernah tercuil dari lantai surga. Bau air mata sudah seperti
secuil taman surga. Jeritan isak tangis sudah seperti alunan indah malaikat dan
bidadari surga. (ketika itu sesak ini berubah jadi bunga di taman yang sedang
mekar-mekarnya tanpa menghilangi rasa sakit dari sesak itu sendiri).
Sudah, tak butuh yang lain. Lagu-lagupun hanya cerry
merah diatas cake ulang tahun. Kalau aku tahu akan ada move on yang sesulit
ini, aku lebih memilih menjadi gila. Tak berdosa, dan mungkin masuk surga.
(kali pertama aku merasa tiba-tiba menjadi gila adalah alasan yang paling tepat
atas hilangnya akal sehatku).
Tak bisakah sekali saja dalam hidupku bersamamu
dengan indah walau hanya sebagai mimpi. (ketika itu dalam mimpiku pun kau
menjauh).
1 komentar:
"If no body perfect, I must be no body"
Posting Komentar