Aku
pernah bertanya sesekali pada diriku sendiri. Mengapa semua, apapun itu yang
berhubungan denganmu selalu terdengar, terlihat, dan terasa lebih menarik. Dan
belum menemukan jawabannya. Atau paling tidak belum menemukan jawaban yang
tidak memalukan.
Ini
seperti musik lama yang terdengar seperti baru kemarin. Tapi kenyataannya
ratusan lagu kuhafal dari ribuan hari yang muncul setelah hari itu. Hari ketika
senyum nyata dari ujung bibirmu kulihat dengan mataku. Dan kenyataannya, tak
terhitung rangkaian kata-kata rumit sengaja ataupun tak sengaja tercipta dari
imaginasiku. Dan kau tahu? Jadilah ini hal yang menjijikkan.
Aku
juga sesekali bertanya, kenapa teori manapun tak pernah membahas hal semacam
ini, padahal aku, harusnya sama sekali tak memasukkan ini dalam memori jongkok
otakku. Untunglah aku selalu punya banyak waktu, berada dalam posisi ternyaman
dalam kesakitan yang sengaja kubuat sendiri. Dan mulai menyususun
ketakutan-ketakutan menjadi tembok kokoh tak terbantahkan. Betapa ini terdengar
menjijikkan, seperti film-film yang layaknya tak nyata dan terang-terangan
membodohiku.
Kutarik
satu ketakutan sebagai selimut tidurku yang panjang. Aku tak mau menjadi tokoh
utama dalam gadis di dalam kereta. Yang dia menunggu ketidak sengajaan dalam
kereta yang nantinya melahirkan cerita yang menjadi buku-buku tebal. Atau nenek
dibalik kacamata, yang masih terlihat benar bekas kejayaannya dimasa muda dalam
memenangkan kecantikan. Tapi selalu murung di kursi goyangnya dan memandang
jauh dari alik dua kaca, kaca matanya, dan kaca jendela.
0 komentar:
Posting Komentar